Tuesday 5 January 2016

(CHAPTER1) Pelanggaran Etika Oleh Seorang Auditor



Auditor  merupakan  profesi  yang  mendapat  kepercayaan  dari  publik  untuk membuktikan  kewajaran  laporan  keuangan  yang  disajikan  oleh  perusahaan atau organisasi. Dalam menjalankan profesinya, auditor  memiliki  hubungan  yang sangat unik dengan pengguna jasanya jika dibandingkan dengan profesi lainnya. Profesi lain mendapatkan penugasan  dari pengguna jasa  dan bertanggung jawab juga kepadanya, sementara auditor mendapatkan penugasan dan memperoleh fee dari perusahaan  yang menerbitkan laporan keuangan, namun bertanggung jawab kepada pengguna laporan keuangan tersebut. Hubungan yang unik ini sering kali menempatkan auditor pada situasi - situasi dilematis, oleh sebab itu sangat penting bagi  auditor  untuk melaksanakan  audit  dengan  kompeten  dan  tidak  bias  (Arens dan Loebbecke, 2000). Profesi auditor bertanggungjawab   untuk   menaikkan   tingkat   keandalan laporan keuangan  perusahaan  atau  organisasi, sehingga  masyarakat  memperoleh informasi  keuangan  yang  andal  sebagai  dasar  pengambilan  keputusan.  Auditor harus  mengevaluasi  berbagai  alternatif  informasi  dalam  jumlah   yang  relative banyak untuk memenuhi standar pekerjaan lapangan, yaitu bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan  konfirmasi  sebagai  dasar  yang  memadai  untuk  menyatakan  pendapat  atas laporan keuangan yang diaudit.
Tujuan   Audit   atas   laporan   keuangan   oleh   auditor   independen   pada umumnya   adalah   untuk   menyatakan   pendapat   tentang   kewajaran   laporan keuangan  dalam  semua  hal  material,  posisi  keuangan,  hasil  usaha,  perubahan ekuitas,  dan  arus  kas  sesuai  dengan  prinsip  akuntansi  yang  berlaku  umum  di Indonesia. Pekerjaan  seorang  profesional  seharusnya  dilakukan  dengan  cara   yang profesional pula. Auditor diharapkan mampu menghadapi berbagai tekanan yang muncul  dari  dalam  dirinya  sendiri  maupun  dari  lingkungan  sekitarnya  dengan sikap  yang  profesional.  Auditor  harus  mampu  berlaku  jujur,  adil  dan  tidak memihak  serta  mengungkapkan  laporan  keuangan  sesuai  dengan kondisi  yang sebenarnya (Arens dan Loebbecke, 2000).
Untuk tetap mempertahankan sikap profesionalismenya, kesadaran etis dan sikap profesional menjadi hal yang sangat penting bagi seorang akuntan. “Dalam menjalankan tugasnya seorang akuntan secara terus menerus berhadapan dengan dilema      etis      yang      melibatkan      pilihan      diantara      nilai - nilai      yang bertentangan” (Hidayat,2010:83).  Persepsi  dan  pertimbangan  etis  auditor  sangat diperlukan  dalam  menghadapi  dilema  etis  tersebut,  sedangkan  keputusan  yang diambil sangat dipengaruhi oleh profesionalitas individu. Berbagai  kasus  pelanggaran  etika  seharusnya  tidak  terjadi  apabila  setiap akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan kemauan untuk menerapkan nilai - nilai   moral   dan   etika   secara   memadai   dalam   pelaksanaan   pekerjaan profesionalnya. Adanya  kasus - kasus akibat dari pelanggaran atau penyimpangan nilai etika menuntut adanya pengalaman dari auditor,  komitmen profesional yang dijunjung tinggi, etika organisasi yang selalu diterapkan dan sikap yang tegas dari tekanan  ketaatan  yang  ada.  Seiring  terjadinya  berbagai  kasus  pelanggaran  etika tersebut, seharusnya memberi kesadaran untuk lebih memperhatikan etika dalam melaksanakan   pekerjaan   profesi   akuntan,   dan   seberapa   besar   pengaruh   dari pengalaman,  komitmen  profesional,  etika organisasi  dan  orientasi  etis  terhadap pertimbangan etis auditor.

Pengertian Etika
Menurut bahasa Yunani Kuno, etika berasal dari kata ethikos yang berarti “timbul dari kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia.
 Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai “the discipline which can act as the performance index or reference for our control system“. Etika disebut juga filsafat moral. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak.
Pentingnya nilai-nilai etika dalam auditing :
·         Audit membutuhkan pengabdian yang besar pada masyarakat dan komitmen moral yang tinggi.
·         Masyarakat menuntut untuk memperoleh jasa para auditor publik dengan  standar kualitas yang tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia mengorbankan diri.
·         Itulah sebabnya profesi auditor menetapkan standar teknis dan standar etika yang harus dijadikan panduan oleh para auditor dalam melaksanakan audit
·         Standar etika diperlukan bagi profesi audit karena auditor memiliki posisi sebagai orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan.


PENYEBAB PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI
·         tidak berjalannya kontrol dan pengawasan dri masyarakat
·         organisasi profesi tidak di lengkapi dengan sarana dan mekanisme bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan
·         rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik profesi, karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi sendiri
·         belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari para pengemban profesi untuk menjaga martabat luhur profesinya
·         tidak adanya kesadaran etis da moralitas diantara para pengemban profesi untuk menjaga martabat luhur profesinya

UPAYA YANG MUNGKIN DILAKUKAN
Adapun upaya yang diharapkan untuk menghindari pelanggaran kode etik salah satunya bagi para pengguna internet adalah:
1.      Menghindari dan tidak mempublikasi informasi yang secara langsung berkaitan dengan masalah pornografi dan nudisme dalam segala bentuk.
2.      Menghindari dan tidak mempublikasi informasi yang memiliki tendensi menyinggung secara langsung dan negative masalah suku, agama dan ras(SARA), termasuk di dalamnya usaha penghinaan, pelecehan, pendiskreditan, penyiksaan serta segala bentuk pelanggaran hak atas perseorangan, kelompok/ lembaga/ institusi lain.
3.      Menghindari dan tidak mempublikasikan informasi yang berisi Instruksi untuk melakukan perbuatan melawan hukum(illegal) positif di Indonesia dan ketentuan internasional umumnya.   
4.      Tidak menampilkan segala bentuk eksploitasi terhadap anak-anak dibawah umur.
5.      Tidak mempergunakan, mempublikasikan dan atau saling bertukar materi dan informasi yang memiliki korelasi terhadap kegiatan pirating, hacking dan cracking.
6.      Bila mempergunakan script, program, tulisan, gambar/ foto, animasi, suara atau bentuk materi dan informasi lainnya yang bukan hasil karya sendiri harus mencantumkan identitas sumber dan pemilik hak cipta bila ada dan bersedia untuk melakukan pencabutan bila ada yang mengajukan keberatan serta bertanggung jawab atas segala konsekuensi yang mungkin timbul karenanya.
Salah satu contoh kasus pelanggaran kode etik profesi akuntansi yakni Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kereta Api Indonesia Tahun 2005”
Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp. 63 Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 :
Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.
Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa dibuka akses terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktek.
Kasus PT KAI di atas menurut beberapa sumber yang saya dapat, berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan.
Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu wajar. Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.
Profesi Akuntan menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran. Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik oleh para akuntan. Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke depan. Yang Jelas segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu dilakukan.

ANALISIS :
Pengertian Etika
Menurut saya, Etika yang dianut oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI) adalah Salah, karena mereka menganggap penagihan pajak pada pihak ketiga yang tidak ditangani secara serius dapa menimbulkan kekeliruan pencatatan hanya dikatagorikan sebagai perbedaan presepsi dalam pecatatan pajak pihak ke-3.Direktur PT. Kereta Api Indonesia (KAI) seharusnya menanggapi atau mengkoreksi lebih lanjut mengenai semua akun dalam laporan keuangan untuk meminimalkan kekeliruan dalam pencatatan laporan keuangan, sehingga laporan keuangan yang dihasilkan lebih baik dan akura.

Direktur PT. Kereta Api Indonesia (KAI) berhak ambil bagian dalam penelusuran hasil laporan keuangan yang dibuat oleh bagian akuntasi keuangan pada laporan keuangan 5 tahun terakhir yang menjadi permasalahan, dan persoalan kekeliruan pencatatan tersebut dapa mepengaruhi citra dari PT. Kereta Api Indonesia (KAI) yang akan datang.

PT. Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai salah satu perusahaan BUMN seharusnya dapat mengelola pencatatan laporan keuangan dengan baik sehingga tidak terjadi kekeliruan perbedaan presepsi antar karyawan bagian pencatatan laporan keuangan. Direktur PT. Kereta Api Indonesia (KAI) harus turun tangan atau mengawasi jika terjadi perbedaan presepsi dalam pencatatan laporan keuangan mengenai tagihan pada pajak pihak ke-3 yang ternyata tak dapat tertagih dan mereka harus menjelaskan lebih detail dalam pencatatan yang tak tertagih tersebut agar tidak terjadi kekeliruan.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 1 terdapat komponen laporan keuangan, yaitu Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Dalam laporan keuangan harus dicantumkan nama perusahaan, cangkupan laporan keuangan, tanggal atau periode yang dicangkup oleh laporan keuangan, mata uang pelaporan, satuan angka yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan. Sedangkan penagihan Pajak pada Pihak Ke-3 yang dinyatakan sebagai pendapatan itu tidak dapat dikelompokan dalam bentuk pendapatan atau asset.

Berdasarkan penyataan Standar Akuntansi Keuangan No.1 PT. Kereta Api Indonesia (KAI) di bagian pencatatan laporan keuangan harus mengikuti aturan yang telah ditentukan oleh Standar Akuntansi Keuangan.

Dipandang Dari Sisi Norma Hukum, Norma Agama, dan Norma Moral.

Dipandang dari sisi norma hukum sebagai sebuah badan usaha yang memiliki bagian yang mencatat seluruh aktivitas keuangan badan tersebut mempunyai hukum yang berlaku dalam keaslian penyajian laporan keuangan tersebut. Karena kekeliruan yang terjadi menimbulkan opsi dimasyarakat sebagai manipulasi laporan keuangan yang bisa disebut juga pemalsuan penyajian laporan keuangan dan dapat di tindak pidana penipuan.

Dipandang dari sisi norma agama sebagai sebuah badan usaha yang telah mendapatkan kepercayaan di masyarakat, seharusnya bagian pencatatan menyajikan laporan keuangan harus sebenar benarnya dan sepaham dengan karyawan yang lainnya, dan apa bila tidak mengetahui posisi akun mana yang harus di isi apabila terjadi piutang tak tertagih berdampak dengan akun apa yang bersangkutan seharusnya si pencatat laporan keuangan tersebut menanyakan kepada orang yang memiliki wewenang tertinggi di PT. Kereta Api Indonesia (KAI), sehingga dapat membuat laporan keuangan yang dapat dipertanggung jawabkan keasliannya.

Dipandang dari sisi norma moral, PT. Kereta Api Indonesia (KAI) harus mempunyai prinsip yang tegas untuk mematuhi ajaran atau pedoman yang diterima secara umum dengan mengikuti segala perbuatan, sikap, dan kewajiban demi kebaikan bersama dan nama baik PT. Kereta Api Indonesia (KAI).

Fungsi Etika

PT. Kereta Api Indonesia (KAI) menjelaskan bahwa adanya kekeliruan atau perbedaan presepsi mengenai pencatapan piutang yang tak tertagih pada pihak ke-3. Terdapat pihak yang menilai bahwa piutang pada pihak ke-3 itu bukan pendapatan, sehingga PT. Kereta Api Indonesia (KAI) menderita kerugian sebesar Rp. 63 Milyar. Sebaliknya, ada pula pihak yang berpendapat bahwa piutang yang tak tertagih tetap dapat dimasukkan sebagai pendapatan, sehingga PT. Kereta Api Indonesia (KAI) meraih keuntungan sebesar Rp.6,9 Milyar. Penjelasan ini yang membuat PT. Kereta Api Indonesia (KAI) merasakan adanya kekeliruan yang membuat citra PT. Kereta Api Indonesia (KAI) tercoreng karena anggapan PT. Kereta Api Indonesia (KAI) memanipulasi laporan keuangannya.

Etika dan Etiket

PT. Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai badan usaha milik negara yang usahanya berhubungan atau berinteraksi langsung dengan manusia, harus menjaga etika dan etiketnya dalam menjaga nama baik, serta kepercayaan yang ada pada masyarakat untuk menjaga kelangsungan hidup usahanya di bidang transportasi masyarakat. Dalam etika dan etiket terdapat suatu aturan yang harus diikuti secara umum. Misalnya, pecatatan dalam menyajikan laporan keuangan yang dibuat oleh bagian keuangan PT. Kereta Api Indonesia (KAI) harus berfikiran laporan yang dibuatnya itu terbebas dari keteledoran yang dapat menimbulkan persoalan yang panjang dan mereka memegang teguh etika dan etiket yang berlaku di PT. Kereta Api Indonesia (KAI).

PT. Kereta Api Indonesia (KAI) harus memegang etiket dengan mengikuti tiap prosedur yang berlaku di Kantor BUMN yang mempunyai otoritas dalam persoalan ini. Sikap yang bijak yang merupakan ciri PT. Kereta Api Indonesia (KAI) adalah memegang etiket dengan meneliti bukti –bukti yang sangat kompeten untuk memecahkan persoalan perbedaan presepsi ini.

PT. Kereta Api Indonesia (KAI) memounyai etika yaitu harus mengikuti aturan yang berlaku di kantor BUMN dan juga oleh kantor BPK dalam menyajikan laporan keuangan, dan dapat membedakan mana yang dianggap yang terbaik untuk perusahaannya, karena tidak hanya untuk menjaga nama baik perusahaan diamata public, namun PT. Kereta Api Indonesia (KAI) di sisi internalnya juga harus memperhatikan etikan kepada pihak – pihak dalam perusahaan tersebut.

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika :

Menurut saya, pelanggaran tersebut terjadi karena dalam intern PT. Kereta Api Indonesia (KAI) yang melakukan pencatatan dalam menyajikan laporan keuangan ini memiliki sifat yang selalu merasa tak berkecukupan sehingga ada kemungkinan yang melakukan pencatatan ingin memperkaya diri dengan tidak sengaja, dan penagih pajak kepada pihak ke-3 juga tidak melaksanakan tugasnya atau ia telah melaksanakan tugasnya tetapi uang tersebut dibagikan kepada pihak lain atau mungkin lupa untuk menagih kepada pihak ke-3. Tidak adanya pedoman atau pengawasan yang sangat ketat yang membuat pelanggaran tersebut bisa terjadi, serta perilaku individu yang melakukan pencatatan tidak melaksanakan tugasnya dengan jujur, dan lingkungan dibagian keuangan PT. Kereta Api Indonesia (KAI) juga bisa jadi merupakan lingkungan yang karyawannya bekerja yang semena – mena atau hanya semaunya sendiri atau sering melakukan kecurangan. Sehingga, lingkungan seperti itu dapat terjadi kecurangan seperti memanipulasi laporan keuangan tersebut, dan menurut yang melakukan itu mungki baginya itu merupakan hal sangat wajar atau sesuatu hal yang biasa dan bukan lagi merupakan suatu permasalahan yang serius serta tak perlu dibesar – besarkan. Apalagi, kecurangan ini dilakukan bukan oleh seorang individu, melainkan sekelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama tanpa memikirkan apa yang dilakukannya itu dapat merugikan pihak lain.

Sanksi Pelanggaran Etika :

Jika dilihat dari penjelasan dari bagian pencatatan laporan keuangan PT. Kereta Api Indonesia (KAI), bisa dikatakan kemungkinan kesalahan yang dilakukan relatif kecil dan bisa dimaafkan jika benar yang terjadi hanyalah kekeliruan perbedaan presepsi piutang tak tertagih. PT. Kereta Api Indonesia (KAI) bisa terkena sanksi social dari masyarakat atas kecerobohan yang mereka lakukan.

Jenis – Jenis Etika
Etika yang berlaku umum sebagai individu ataupun kelompok, hidup dengan saling bergantung pada pihak lain. Begitu pula dengan badan usaha yang sudah dikenal publik secara luas seperti PT. Kereta Api Indonesia (KAI) harus mengikuti etika umum yang dapat diterima oleh masyarakat agar semakin dikenal dengan nama yang baik.
PT. Kereta Api Indonesia (KAI) harus mengikuti aturan dalam menyajikan laporan keuangan yang berlaku sesuai PSAK yang ada di Indonesia, sehingga tidak terjadi lagi permasalahan perbedaan presepsi piutang tak tertagih pihak ke-3.

PT. Kereta Api Indonesia (KAI) harus bersahabat dengan pihak yang secara langsung dan tidak langsung dengan usaha yang dijalankannya. Dari sisi sosial, PT. Kereta Api Indonesia (KAI) harus menjaga sikap dan akredibilitas untuk menjaga nama baik keluarga besar PT. Kereta Api Indonesia (KAI), jangan karena kesalahan seseorang maka nama baik menjadi rusak.

Teori Etika
Teleology
Tindakan yang dilakukan oleh bagian pencatatan keuangan PT. Kereta Api Indonesia (KAI) melakukan ketidakpatuhan dalam menyajikan laporan keuangan dengan tidak menanyakan pencatatan apa yang harus dilakukan apa bila ada piutang yang tak tertagih pada pihak ke-3. Membuat presepsi yang berbeda beda dapat mengakibatkan persoalan yang sangat rumit. Hal ini terjadi karena seseorang menganggap dirinya benar dengan menuliskan piutang tak tertagih sebagai pendapatan dan mengakibatkan kesalah pahaman dalam laporan keuangan yang di terbitkan ke pada direktur PT. Kereta Api Indonesia (KAI) dan merupakan perbuatan yang bermoral tidak baik.
Terdapat unsur egoism dimana ada pihak di bagian pencatatan laporan keuangan PT. Kereta Api Indonesia (KAI) yang ingin merasa bahwa dirinya merasa benar dan dapat menguntungkan dirinya sendiri tidak memperdulikan pihak lain seperti direktur PT. Kereta Api Indonesia (KAI).

Beberapa Sistem Filsafat Moral
Pada kasus PT. Kereta Api Indonesia (KAI), mengandung sistem filsafat moral hedonism karena membuat laporan keuangan sesuai pendapatnya sendiri tanpa mengkoreksi piutang yang tak ditagih kepada pihak ke-3.dan pihak-pihak tertentu ingin merasakan kesenangan semata tanpa memikirkan citra PT. Kereta Api Indonesia (KAI) di masyarakat. Kesenangan yang didapatkan dari etiket yang tidak baik ini, hanya dirasakan lewat materi yang berlimpah atau jalur karir yang baik namun tidak membebaskan mereka dari rasa takut dan bersalah atas perbuatan yang mereka lakukan.

PT. Kereta Api Indonesia (KAI) menganut sistem filsafat moral eudemonisme karena tujuan akhir dari suatu perusahaan adalah menjaga kelangsungan hidup usaha untuk terus bertahan bahkan berkembang di dunia usaha yang semakin berkembang pula. Hal yang dilakukan PT. Kereta Api Indonesia (KAI) adalah menjalankan semua usahanya sebaik-baiknya untuk tujuan akhir tersebut, dalam kasus ini mereka berusaha menjelaskan bahwa tidak ada kesalahan yang disengaja dari laporan keuangan mereka sebagai bentuk pernyataan bahwa mereka terus menjaga etiket dan etikanya dengan baik.

Selain menganut sistem filsafat moral hedonisme dan eudemonisme PT. Kereta Api Indonesia (KAI) juga menganut sistem filsafat moral utilitarianisme. Hal tersebut didasari dari kesusahan yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI). Pada dasarnya, perusahaan mencari hal-hal yang menguntungkan dan menjahui hal-hal yang bisa merugikan usahanya. Usaha yang dilakukan PT. Kereta Api Indonesia (KAI) dalam hal ini memberikan penjelasan kesalahan perbedaan presepsi yang menyebabkan ketidakcocokan antara laporan keuangan yang telah di audit. Kita bisa menilai apakah itu usaha yang baik atau buruk dari seberapa besar manfaat yang didapatkan oleh pihak-pihak yang terpengaruh dari usaha itu sendiri. Tentunya menimbang manfaat dari usaha tersebut bisa mencerminkan moralitas yang dilakukan oleh perusahaan.

Sumber :

Perkembangan Etika Bisnis Profesi pada Abad 21



PENGERTIAN ETIKA
Menurut para ahli etika tidak lain adalah aturan perilaku, adat pergaulan manusia dalam pergaulan antar sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Kata Etika sendiri berasal dari kata ETHOS dari bangsa Yunani yang memiliki arti nilai – nilai, norma – norma, kaidah dan ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang didefinisikan oleh bebrapa ahli sebagai berikut :
Drs. O.P Simorangkir
Etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai yang baik
Drs. Sidi. Gajalba dan Sistematika filsafat
Etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal
Drs. H. Burhanudin Salam
Cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
PENGERTIAN PROFESI
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan memiliki keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan belum cukup dapat dikatakan sebagai profesi, tetapi, perlu memiliki penguasaan sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan antar teori dan praktek pelaksanaan.
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan
buruknya prilaku manusia :
1.      ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2.      ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.

Etika secara umum dapat dibagi menjadi :
a.       ETIKA UMUM, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat dianalogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
b.      ETIKA KHUSUS, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang sayalakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis : cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.

ETIKA KHUSUS dibagi lagi menjadi dua bagian :
a.       Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
b.      Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.
Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadpa pandangan-pandangan dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup.
Perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
1.      Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2.      Masa Peralihan:
tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3.      Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4.      Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5.      Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Etika Profesional Profesi Akuntan Publik
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik dalam kantor akuntan publik, yang menyediakan berbagai jenis jasa yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, yaitu auditing, atestasi, akuntansi dan review, dan jasa konsultansi. Auditor independen adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan historis yang menyediakan jasa audit atas dasar standar auditing yang tercantum dalam Standar Profesional Akuntan Publik. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dijabarkan ke dalam Etika Kompartemen Akuntan Publik untuk mengatur perilaku akuntan yang menjadi anggota IAI yang berpraktik dalam profesi akuntan publik.

Perkembangan Terakhir dalam Etika bisnis dan profesi

Dalam pandangan saya, pengertian etik tersebut sudah melewati empat tahap atau fase perkembangan generasi pengertian, yaitu
1.      fase pengertian teologis (etika teologis)
2.      fase pengertian ontologis (etika ontologis)
3.      fase pengertian positivis (etika positivist)
4.      fase pengertian fungsional (etika fungsional).”
1. Etika Teologis
Pada perkembangan generasi pengertian pertama, semua sistem etika berasal dari sistem ajaran agama.Semua agama mempunyai ajaran-ajarannya sendiri-sendiri tentang nilai-nilai, sikap, dan perilaku yang baik dan buruk sebagai pegangan hidup bagi para penganutnya.Karena itu, ajaran etika menyangkut pesan-pesan utama misi keagamaan semua agama, dan semua tokoh agama atau ulama, pendeta, rahib, monk, dan semua pemimpin agama akrab dengan ajaran etika itu.Semua rumah ibadah diisi dengan khutbah-khutbah tentang ajaran moral dan etika keagamaan masing-masing.
Bagi agama-agama yang mempunyai kitab suci, maka materi utama kitab-kitab suci itu juga adalah soal-soal yang berkaitan dengan etika.Karena itu, perbincangan mengenai etika seringkali memang tidak dapat dilepas dari ajaran-ajaran agama. Bahkan dalam Islam dikatakan oleh nabi Muhammad saw bahwa “Tidaklah aku diutus menjadi Rasul kecuali untuk tujuan memperbaiki akhlaq manusia”. Inilah misi utama kenabian Muhammad saw.

2.   Etika Ontologis

Dalam perkembangan kedua, sistem etika itu lama kelamaan juga dijadikan oleh para filosof dan agamawan sebagai objek kajian ilmiah.Karena filsafat manusia sangat berkembang pembahasannya mengenai soal-soal etika dan perilaku manusia ini.Karena itu, pada tingkat perkembangan pengertian yang kedua, etika itu dapat dikatakan dilihat sebagai objek kajian ilmiah, objek kajian filsafat.Inilah yang saya namakan sebagai tahap perkembangan yang bersifat ontologis.Etika yang semula hanya dilihat sebagai doktrin-doktrin ajaran agama, dikembangkan menjadi ‘ethics’ dalam pengertian sebagai ilmu yang mempelajari sistem ajaran moral.

3.   Etika Positivist

Dalam perkembangan selanjutnya, setidaknya dimulai pada permulaan abad ke 20, orang mulai berpikir bahwa sistem etika itu tidak cukup hanya dikaji dan dikhutbahkan secara abstrak dan bersifat umum, tetapi diidealkan agar ditulis secara konkrit dan bersifat operasional. Kesadaran mengenai pentingnya penulisan dalam suatu bentuk kodifikasi ini dapat dibandingkan dengan perkembangan sejarah yang pernah dialami oleh sistem hukum pada abad ke-10 di zaman khalifah Harun Al-Rasyid atau dengan muncul pandangan filsafat Posivisme Auguste Comte pada abad ke 18 yang turut mempengaruhi pengertian modern tentang hukum positif.
Dalam perkembangan generasi ketiga ini, mulai diidealkan terbentuknya sistem kode etika di pelbagai bidang organisasi profesi dan organisasi-organisasi publik. Bahkan sejak lama sudah banyak di antara organisasi-organisasi kemasyarakatan ataupun organisasi-organisasi profesi di Indonesia sendiri, seperti Ikatan Dokter Indonesia, dan lain-lain yang sudah sejak dulu mempunyai naskah Kode Etik Profesi. Dewasa ini, semua partai politik juga mempunyai kode etik kepengurusan dan keanggotaan.Pegawai Negeri Sipil juga memiliki kode etika PNS.Inilah taraf perkembangan positivist tentang sistem etika dalam kehidupan publik.Namun, hampir semua kode etik yang dikenal dewasa ini, hanya bersifat proforma.Adanya dan tiadanya tidak ada bedanya.Karena itu, sekarang tiba saatnya berkembang kesadaran baru bahwa kode etika-kode etika yang sudah ada itu harus dijalankan dan ditegakkan sebagaimana mestinya.

4.   Etika Fungsional Tertutup

Tahap perkembangan generasi pengertian etika yang terakhir itulah yang saya namakan sebagai tahap fungsional, yaitu bahwa infra-struktur kode etika itu disadari harus difungsikan dan ditegakkan dengan sebaik-baiknya dalam praktik kehidupan bersama. Untuk itu, diperlukan infra-struktur yang mencakup instrumen aturan kode etik dan perangkat kelembagaan penegaknya, sehingga sistem etika itu dapat diharapkan benar-benar bersifat fungsional. Dimana-mana di seluruh dunia, mulai muncul kesadaran yang luas untuk membangun infra struktur etik ini di lingkungan jabatan-jabatan publik. Bahkan pada tahun 1996, Sidang Umum PBB merekomendasikan agar semua negara anggota membangun apa yang dinamakan “ethics infra-structure in public offices” yang mencakup pengertian kode etik dan lembaga penegak kode etik.

5.   Etika Fungsional Terbuka

Namun demikian, menurut Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu 2012-2017 ini, semua infra-struktur kode etik dan sistem kelembagaan penegakan etika tersebut di atas dapat dikatakan sama sekali belum dikonstruksikan sebagai suatu sistem peradilan etika yang bersifat independen dan terbuka sebagaimana layaknya sistem peradilan modern. Persoalan etika untuk sebagian masih dipandang sebagai masalah private yang tidak semestinya diperiksa secara terbuka. Karena itu, semua lembaga atau majelis penegak kode etika selalu bekerja secara tertutup dan dianggap sebagai mekanisme kerja yang bersifat internal di tiap-tiap organisasi atau lingkungan jabatan-jabatan publik yang terkait. Keseluruhan proses penegakan etika itu selama ini memang tidak dan belum didesain sebagai suatu proses peradilan yang bersifat independen dan terbuka.
Sumber :