DIA YANG KU BENCI, DIA YANG KU SAYANG
Gemuruh petir membangunkan Chiara tiba – tiba seakan ingin memberitahu kini waktunya untuk bersiap untuk sekolah. Pagi itu dia rasakan gelap dan bertambah gelap saat dia lihat adik satu – satunya sedang bersiap menuju kamar mandi.
“heh!!!! Gua duluan .” ketus Chiara seraya berlari kecil menuju kamar mandi.
Bukan kejutan lagi bila Chiara begitu membenci adik satu – satunya itu. Parasnya yang cantik seakan berubah menjadi wanita jahat saat bertemu Orlin. Siswa siswi satu sekolahpun seakan menjadi penonton drama pertarungan Chiara – Orlin.
Suatu saat di sekolah Orlin sangat membutuhkan uang karena dia lupa meminta uang saku pada mama, dengan hati takkaruan Orlin pun menghampiri kelas kakaknya. “Kak,kak Chiara ada gak?” tanyanya lirih pada pria besar yang berdiri menghalangi pintu. “Ohhhh, Chiara, masuk aja dek” garangnya wajah pria itu tidak dibarengi dengan suaranya, lembut sekali seperti putri keraton. “Kak hari ini aku lupa minta uang sama mama, bias enggak aku pinjam uang kakak? 3ribu saja, untuk membeli air kak” pintanya dengan tegang. Saat itu mukanya memucat, keringat dingin mengalir lembut di sela sela wajah tirusnya. Mungkin itu adalah keberanian terbesar Orlin selama menjadi adik dari wanita yang pernah mendapatkan peringkat 1 satu sekolah. “Ngomong sama saya? Siapa anda? Woy temen – temen!!!! Siapa ini? Fans gua? Aduh dek! Please deh kalo mau ada perlu minimal telfon dulu ya!!!!” ketusnya lalu ia pergi berlalu disambut sorak sorai teman sekelasnya yang meneriaki Orlin.
Sejak saat itu tak pernah sekalipun Chiara bersikap baik pada Orlin. Bila tak mengejek Orlin, Chiara dan teman – teman populernya mengerjai Orlin dengan sejuta cara. Orlin pun tak pernah bisa pulang bersama kakaknya, karena Chiara tak pernah mengizinkan gadis pendiam itu pulang bersamanya.
Ditemani malam yang sangat mendung Chiara harus menghadapi mama yang wajahnya terlihat panik. “Chiara, sekarang udah jam setengah 10 malam, kira – kira Orlin kemana ya Ra? Dari kemaren dia pulang malem terus, mama khawatir Ra” tetesan air mata yang tertahanpun akhirnya tumpah dalam balutan tangisan mama. “Chiara gak tau mah, mungkin sedang di rumah temannya, biar Chiara yang cari mah” jawabnya sedikit panik. Naluri seorang kakak memang tak bisa dipungkiri, seberapa bencinya Chiara dengan Orlin tetapi dalam hati kecilnya terbesit rasa saying terhadap gadis yang pernah menjuarai lomba piano ditingkat provinsi. Bersenjatakan sebuah paying. Chiara dengan panik berlari mencari Orlin adik satu – satunya itu. Dalam perjalanannya yang tak tentu arah, Chiara memikirkan Orlin dan sikapnya terhadap adiknya itu, pelan namun pasti air mata mengalir diwajahnya, rasa bersalahpun menghantui perjalanannya mencari Orlin. Di mendungnya malam, ia melihat orang orang berbondong – bondong menuju pinggir jalan. Ramai, berisik, panik itulah suasana yang tergambar saat itu, penuh sesak Chiara berusaha menerobos kerumunan, mencari tau ada apa sebenarnya.
Gadis dengan paras cantik terbujur kaku saat itu. Disampingnya ada kado dan beberapa uang receh bertebaran, mungkin itu uang sisa kembali ketika sang gadis membeli sesuatu. Teriakkan Chiara seakan menghentikan jarum jam yang berbunyi, tangisannya seakan memanggil hujan ditemani kilat yang saling menyambar.
Semakin deras hujan saat itu ketika Chiara berusaha memeluk gadis itu “Orlin!!!!!!!” tak pernah Chiara sesedih ini seumur hidupnya.
“Kak, maafkan bila Orlin ada salah. Orlin tau Orlin tidak bisa menjadi adik yang dapat kaka banggakan. Terimalah kado ulang tahun kakak, dengan uangku sendiri. Semoga kakak bisa menyukainya, lalu menyukaiku. Sekali lagi maafkan aku.”
Bagaimanapun dia, dia merupakan bagian dari dirimu,sayangilah dia selagi bisa.
Thursday, 24 April 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment