Sunday 20 December 2015

KRISIS MANAJEMEN AKIBAT BENCANA ALAM

Musibah banjir yang tidak diantisipasi dengan baik membawa dampak yang signifikan terhadap denyut nadi bisnis di Jakarta. Banyak organisasi yang terganggu aktivitas bisnisnya, mulai yang ‘ringan’ seperti gangguan listrik dan telekomunikasi, sampai lumpuhnya kegiatan karena  kantor atau fasilitas produksi yang terendam air. Berarti terjadi gangguan pada proses  bisnis ‘normal’ yang menyebabkan anggota organisasi kesulitan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organisasi yang ada, dan dengan demikian dapat dikategorikan sebagai krisis.


Kejadian buruk dan krisis yang melanda dunia bisnis dapat mengambil beragam bentuk.  Mulai dari bencana alam – seperti banjir yang melanda Jakarta – , musibah teknologi (kebakaran, kebocoran zat-zat berbahaya) sampai kepada  karyawan yang mogok kerja. Segala kejadian buruk dan krisis, berpotensi menghentikan proses normal bisnis yang telah dan sedang berjalan, membutuhkan penanganan yang segera (immediate) dari pihak manajemen.  Penanganan yang segera ini kita kenal sebagai manajemen krisis (crisis management).

Saat ini, manajemen krisis dinobatkan sebagai new corporate discipline.  Manajemen krisis adalah respon pertama perusahaan terhadap sebuah kejadian yang dapat merubah jalannya operasi bisnis yang telah berjalan normal.  Pendekatan yang dikelola dengan baik untuk kejadian itu terbukti secara signifikan sangat membantu meyakinkan para pekerja, pelanggan, mitra, investor, dan masyarakat luas akan kemampuan organisasi  melewati masa krisis.

Menurut Gartner.com,  diperkirakan hanya 85% dari perusahaan-perusahaan Global 2000 yang membuat rencana penanganan krisis dan hanya 15% saja yang menyusun rencana bisnis yang lengkap !  Fakta ini menunjukkan masih banyak bisnis yang belum memperhitungkan beragam krisis yang mungkin terjadi dalam perencanaan bisnis mereka.

Terdapat enam aspek yang mesti kita perhatikan jika kita ingin menyusun rencana bisnis yang lengkap.  Yaitu tindakan untuk menghadapi situasi darurat (emergency response),  skenario untuk pemulihan dari bencana (disaster recovery), skenario untuk pemulihan bisnis (business recovery), strategi untuk memulai bisnis kembali (business resumption), menyusun rencana-rencana kemungkinan (contingency planning), dan manajemen krisis (crisis management).  Manajemen krisis mencakup kelima  butir sebelumnya.

Khusus untuk penanganan krisis karena bencana,  perlu dilengkapi  emergency response  plan(ERP) yang juga meliputi pembentukan sebuah tim yang terdiri dari para anggota dengan tanggungjawab tertentu ketika terjadi situasi darurat (emergency response team), alur tindakan pada situasi darurat (emergency flowchart) dan prosedur evakuasi. Emergency response plan ini harus didukung oleh general  emergency procedure (GEP).

Pada hakekatnya dalam setiap penanganan krisis, perusahaan perlu membentuk tim khusus.  Tugas utama tim manajemen krisis ini terutama adalah mendukung para karyawan perusahaan selama masa krisis terjadi. Kemudian menentukan dampak dari krisis yang terjadi terhadap operasi bisnis yang berjalan normal, dan menjalin hubungan yang baik dengan media untuk mendapatkan informasi tentang krisis yang terjadi.  Sekaligus menginformasikan kepada pihak-pihak yang terkait terhadap  aksi-aksi yang diambil perusahaan sehubungan dengan krisis yan terjadi.

Agar dapat melewati masa krisis, organisasi membutuhkan seorang pemimpin yang cakap dan handal.  Kisah kepemimpinan melalui krisis yang paling terkenal adalah kisah perjalanan Shackleton bersama 27 anak buahnya ke Benua Antartika tahun 1914 dengan misi menjelajahi benua tersebut.  Walaupun pada akhirnya misi ini gagal  karena kapal mereka tertahan bongkahan es, namun kepemimpinan Shackleton ini menjadi legenda akan keberhasilan pemimpin mengatasi krisis yang terjadi.

Mengutip  Shackleton’s Way : Leadership Lessons From The Antarctic Explorer terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemimpin dalam menghadapi krisis dalam organisasinya.  Pertama, penugasan  segera, tawarkan rencana kegiatan, mintalah dukungan dari semua orang, dan tunjukkan bahwa organisasi mampu menghadapi krisis yang terjadi ini dengan baik.  Kedua, lakukan pemantauan  berkala terhadap kegiatan yang dilakukan anggota.  Tujuannya agar anggota organisasi tidak kehilangan momentum pengendalian krisis, karena memperlakukan krisis sebagai proses bisnis biasa.  Ketiga, rangkullah orang-orang yang tidak puas dengan kondisi yang terjadi dan menangkan “hati” mereka.  Keempat, gunakan humor dan hal-hal lain untuk mengalihkan ketakutan akibat krisis.  Terakhir, ajaklah seluruh anggota organisasi untuk terlibat dalam mencari dan menjalani solusi krisis yang telah disusun bersama.

Satu pelajaran penting dalam kisah Shackleton ini adalah ia (sebagai pemimpin) tidak memerintah anggotanya untuk melakukan hal-hal yang dikendaki, tetapi merangkul dan mengajak seluruh anggota untuk mencari solusi dan keluar dari krisis secara bersama-sama.  Tidak perlu menyalahkan seseorang atau pihak lain akan krisis yang dialami.  Tetapi carilah jalan keluar yang paling logis dan memuaskan seluruh pihak.  Sehingga organisasi dapat keluar dari krisis yang terjadi.  Bahkan jika ada krisis yang lain – atau bahkan krisis lanjutan – organisasi akan mampu untuk bertahan dan keluar dengan gemilang.

Refrensi :


contoh kasus whistleblowing di indonesia

Whistle Blowing
Whistle blowing adalah tindakan seorang pekerja yang memutuskan untuk melapor kepada media, kekuasaan internal atau eksternal tentang hal-hal ilegal dan tidak etis yang terjadi di lingkungan kerja.
Hal ini merupakan isu yang penting dan dapat berdampak buruk, baik kepada individu tersebut maupun organisasi yang dilaporkan (Vinten, 1994). Menurut Vardi dan Wiener (1996), tindakan ini termasuk tindakan menyimpang karena menyalahi aturan inti pekerjaan dalam perusahaan yang harus dipatuhi oleh semua pekerja. Sedangkan menurut Moberg (1997) tindakan ini dikategorikan sebagai pengkhianatan terhadap perusahaan.

Whistle Blowing dalam perusahaan (misalnya atasan) dapat disebut sebagai perilaku menyimpang tipe O jika termotivasi oleh identifikasi perasaan yang kuat terhadap nilai dan misi yang dimiliki perusahaan, dengan kepedulian terhadap kesuksesan perusahaan itu sendiri. Sedangkan tindakan whistle blowing yang bersifat ”pembalasan dendam” dikategorikan sebagai perilaku menyimpang tipe D karena ada usaha untuk menyebabkan suatu bahaya. Sementara itu, beberapa peneliti menganggap whistle blowing sebagai suatu bentuk tindakan kewarganegaraan yang baik (Dworkin & Nera, 1997), harus didorong dan bahkan dianugerahi penghargaan. Namun, whistle blowing biasanya dipandang sebagai perilaku menyimpang. Para atasan menganggapnya sebagai tindakan yang merusak yang kadang berupa langkah pembalasan dendam yang nyata (Near & Miceli, 1986). Para atasan berpendapat bahwa pada saat tindakan yang tidak etis terungkap, maka mereka harus berhadapan dengan pihak intern mereka sendiri. Penelitian Near & Miceli mengungkapkan bahwa whistle blower lebih memilih melakukan aksi balas dendam apabila mereka tidak mendapat dukungan yang mereka inginkan dari atasannya, insiden yang terjadi tergolong serius, dan menggunakan sarana eksternal untuk melaporkan kesalahan yang ada.

Kita dapat mengidentifikasi pola tingkatan dari OMB, yaitu sebuah tindakan tidak pantas yang dilakukan di dalam organisasi/perusahaan dan anggota dalam perusahaan memutuskan untuk menentang norma loyalitas kepada perusahaan dan mengungkapkan tindakan tidak pantas tadi kepada pihak luar. Dampaknya, organisasi/perusahaan akan melakukan tindakan menyimpang lebih jauh dengan mengambil aksi balas dendam kepada whistle blower tadi.
Perilaku whistle blowing berkembang atas beberapa alasan. Pertama, pergerakan dalam perekonomian yang berhubungan dengan peningkatan kualitas pendidikan, keahlian, dan kepedualian sosial dari para pekerja. Kedua, keadaan ekonomi sekarang telah memberi informasi yang intensif dan menjadi penggerak informasi. Ketiga, akses informasi dan kemudahan berpublikasi menuntun whistle blowing sebagai fenomena yang tidak bisa dicegah atas pergeseran perekonomian ini (Rothschild & Miethe, 1999).
Tidaklah mudah untuk memastikan terjadinya whistle blowing. Rothschild & Miethe (1999) mendapatkan informasi yang menarik tentang hal ini. Dengan menngunakan sampel pekerja dewasa di US, ditemukan bahwa 37% dari mereka menemukan tindakan menyimpang di dalam lingkungan kerja mereka dan 62% dari porsi ini melakukan tindakan whistle blowing. Namun hanya 16% yang melaporkan ke pihak eksternal, sisanya hanya melapor kepada pihak internal yang memiliki kuasa lebih tinggi.

Miceli & Nera (1997) memandang whistle blowing sebagai antisocial OB. Antisocial OB adalah tindakan intens yang bersifat membahayakan yang dilakukan anggota organisasi terhadap individu, kelompok, atau organisasi. Untuk perilaku whistle blowing yang diklasifikasikan kedalam golongan ini harus dipastikan tingkat bahaya yang dihasilkan. Perilaku ini sejalan dengan OMB tipe D, yang juga dianggap sebagai aksi balas dendam.

De George (1986) menetapkan tiga kriteria atas whistle blowing yang adil. Pertama organisasi yang dapat menyebabkan bahaya kepada para pekerjanya atau kepada kepentingan publik yang luas. Kedua, kesalahan harus dilaporkan pertama kali kepada pihak internal yang memiliki kekuasaan lebih tinggi, dan ketiga, apabila penyimpangan telah dilaporkan kepada pihak internal yang berwenang namun tidak mendapat hasil, dan bahkan penyimpangan terus berjalan, maka pelaporan penyimpangan kepada pihak eksternal dapat disebut sebagai tindakan kewarganegaraan yang baik.

Menurut James (1984), whistle blower dalam for-profit organization akan dikenakan pemutusan kerja. Mereka juga akan masuk dalam blacklist yang tidak mendapat surat rekomendasi. Sementara itu, dalam non-for-profit organization, whistle blower biasanya dipindahkan, diturunkan posisinya, dan tidak akan mendapat promosi.
Perilaku whistle blowing dapat terjadi sebagai akibat dari penanaman nilai yang kuat atas suatu organisasi, mencakup bagaimana dan apa nilai-nilai serta budaya yang terdapat dalam organisasi tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengaruh sosial dan budaya organisasi merupakan pengaruh yang kuat terhadap terjadinya whistle blowing.

Contoh kasus
Kasus Penggelapan Pajak Oleh PT. Asian Agri Group

PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun).

Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.

Pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.

Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan perpajakan. Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeledahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.

Berdasarkan hasil penyelidikan  tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Selain itu juga "bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.
Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka tersebut.

Terungkapnya kasus penggelapan pajak oleh PT AAG tidak terlepas dari pemberitaan investigatif Tempo – baik koran maupun majalah – dan pengungkapan dari Vincent. Dalam konteks pengungkapan suatu perkara, apalagi perkara tersebut tergolong perkara kakap, mustinya dua pihak ini mendapat perlindungan sebagai whistle blower. Kenyataannya, dua pihak ini di-blaming. Alih-alih memberikan perlindungan, aparat penegak hukum malah mencoba mempidanakan tindakan para whistle blower ini. Vincent didakwa dengan pasal-pasal tentang pencucian uang – karena memang dia, bersama rekannya, sempat mencoba mencairkan uang PT AAG.

Solusi penyelesaian Kasus Asian Agri: Di Dalam atau Luar Pegadilan?

PT Asian Agri Group (AAG) diduga telah melakukan penggelapan pajak (tax evasion)selama beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan kerugian negara senilai trilyunan rupiah.
peraturan perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan dengan sanksi pidana penjara dan denda yang cukup berat, akan tetapi nyatanya masih ada celah hukum untuk meloloskan para penggelap pajak dari ketok palu hakim di pengadilan. Pasal 44B UU No.28/2007 membuka peluang out of court settlement bagi tindak pidana di bidang perpajakan. Ketentuan itu mengatur bahwa atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan. Dengan demikian, kasus berakhir (case closed) jika wajib pajak yang telah melakukan kejahatan itu telah melunasi beban pajak beserta sanksi administratif berupa denda.
Jadi, penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan oleh Asian Agri Group meski masuk kategori “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” sekalipun – tetap dapat diselesaikan di luar sidang pengadilan. Dengan demikian, harapan kita bergantung pada Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sebagai pihak yang paling menentukan dalam proses penyelesaian tindak pidana perpajakan ini.

Tidak Hanya Urusan Pajak

Menilik modus operandi dalam kasus ini, penggelapan pajak bukanlah satu-satunya perbuatan pidana yang bisa didakwakan kepada Asian Agri Group. Penyidikan terhadap Asian Agri Group juga dapat dikembangkan pada tindak pidana pencucian uang (money laundering).Dalam hal itu, penggelapan pajak oleh Asian Agri Group perlu dilihat sebagai kejahatan asal (predict crime) dari tindak pidana pencucian uang. Sebagaimana lazimnya, kejahatan pencucian uang tidak berdiri sendiri dan terkait dengan kejahatan lain. Kegiatan pencucian uang adalah cara untuk menghapuskan bukti dan menyamarkan asal-usul keberadaan uang dari kejahatan yang sebelumnya. Dalam kasus ini, penggelapan pajak dapat menjadi salah satu mata rantai dari kejahatan pencucian uang.

Asian Agri Group mengecilkan laba perusahaan dalam negeri agar terhindar dari beban pajak yang semestinya dengan cara mengalirkan labanya ke luar negeri (Mauritius, Hongkong Macao, dan British Virgin Island). Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) kelompok usaha Asian Agri Group kepada Ditjen Pajak telah direkayasa sehingga kondisinya seolah merugi (Lihat pernyataan Darmin Nasution, Direktur Jenderal Pajak, mengenai rekayasa SPT itu). Modus semacam itu memang biasa dilakukan dalam kejahatan pencucian uang, sebagaimana juga diungkapkan oleh Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Hussein mengenai profile, karakteristik, dan pola transaksi keuangan yang tidak beres sebagai indikasi kuat adanya money laundering (Metro TV, 8/1/2008).

kasus Asian Agri adalah cermin sempurna bagi penegak hukum kita.Dari situ tergambar, sebagian dari mereka tidak sungguh-sungguh menegakkan keadilan, malah berusaha menyiasati hukum dengan segala cara. Tujuannya boleh jadi buat melindungi orang kaya yang diduga melakukan kejahatan. Dan kalau perlu dilakukan dengan cara mengorbankan orang yang lemah.Persepsi itu muncul setelah petugas Kepolisian Daerah Metro Jaya bersentuhan dengan kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri, salah satu perusahaan milik taipan superkaya, Sukanto Tanoto. Kejahatan ini diperkirakan merugikan negara Rp 786 miliar. Polisi amat bersemangat mengusut Vincentius Amin Sutanto, bekas pengontrol keuangan perusahaan itu, hingga akhirnya dihukum 11 tahun penjara pada Agustus lalu. Padahal justru dialah yang membongkar dugaan penggelapan pajak dan money laundering oleh Asian Agri. Pemerintah mestinya berterima kasih kepada mereka.

 Jika kasus ini segera ditangani dengan tuntas, amat besar uang negara yang bisa diselamatkan.Upaya ini juga akan mencegah pengusaha lain melakukan penyelewengan serupa, sehingga tujuan pemerintah mendongkrak penerimaan pajak tercapai.Tidak sewajarnya polisi mengkhianati program pemerintah. Mereka seharusnya segera mengusut pula dugaan pencucian uang yang dilakukan Asian Agri. Perusahaan ini diduga menyembunyikan hasil "penghematan" pajak ke berbagai bank di luar negeri. Inilah yang mestinya diprioritaskan dibanding membidik orang yang justru membantu membongkar dugaan penggelapan pajak.
Refrensi :

Pelanggaran Etika Profesi Akuntansi oleh PT. KAI

“Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kereta Api Indonesia Tahun 2005”
Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp. 63 Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun 2005 :
Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.
Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa dibuka akses terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktek.
Kasus PT KAI di atas menurut beberapa sumber yang saya dapat, berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan.
Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu wajar. Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.
Profesi Akuntan menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran. Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik oleh para akuntan. Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke depan. Yang Jelas segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu dilakukan.

ANALISIS :
Pengertian Etika
Menurut saya, Etika yang dianut oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI) adalah Salah, karena mereka menganggap penagihan pajak pada pihak ketiga yang tidak ditangani secara serius dapa menimbulkan kekeliruan pencatatan hanya dikatagorikan sebagai perbedaan presepsi dalam pecatatan pajak pihak ke-3.Direktur PT. Kereta Api Indonesia (KAI) seharusnya menanggapi atau mengkoreksi lebih lanjut mengenai semua akun dalam laporan keuangan untuk meminimalkan kekeliruan dalam pencatatan laporan keuangan, sehingga laporan keuangan yang dihasilkan lebih baik dan akura.

Direktur PT. Kereta Api Indonesia (KAI) berhak ambil bagian dalam penelusuran hasil laporan keuangan yang dibuat oleh bagian akuntasi keuangan pada laporan keuangan 5 tahun terakhir yang menjadi permasalahan, dan persoalan kekeliruan pencatatan tersebut dapa mepengaruhi citra dari PT. Kereta Api Indonesia (KAI) yang akan datang.

PT. Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai salah satu perusahaan BUMN seharusnya dapat mengelola pencatatan laporan keuangan dengan baik sehingga tidak terjadi kekeliruan perbedaan presepsi antar karyawan bagian pencatatan laporan keuangan. Direktur PT. Kereta Api Indonesia (KAI) harus turun tangan atau mengawasi jika terjadi perbedaan presepsi dalam pencatatan laporan keuangan mengenai tagihan pada pajak pihak ke-3 yang ternyata tak dapat tertagih dan mereka harus menjelaskan lebih detail dalam pencatatan yang tak tertagih tersebut agar tidak terjadi kekeliruan.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 1 terdapat komponen laporan keuangan, yaitu Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Dalam laporan keuangan harus dicantumkan nama perusahaan, cangkupan laporan keuangan, tanggal atau periode yang dicangkup oleh laporan keuangan, mata uang pelaporan, satuan angka yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan. Sedangkan penagihan Pajak pada Pihak Ke-3 yang dinyatakan sebagai pendapatan itu tidak dapat dikelompokan dalam bentuk pendapatan atau asset.

Berdasarkan penyataan Standar Akuntansi Keuangan No.1 PT. Kereta Api Indonesia (KAI) di bagian pencatatan laporan keuangan harus mengikuti aturan yang telah ditentukan oleh Standar Akuntansi Keuangan.

Dipandang Dari Sisi Norma Hukum, Norma Agama, dan Norma Moral.

Dipandang dari sisi norma hukum sebagai sebuah badan usaha yang memiliki bagian yang mencatat seluruh aktivitas keuangan badan tersebut mempunyai hukum yang berlaku dalam keaslian penyajian laporan keuangan tersebut. Karena kekeliruan yang terjadi menimbulkan opsi dimasyarakat sebagai manipulasi laporan keuangan yang bisa disebut juga pemalsuan penyajian laporan keuangan dan dapat di tindak pidana penipuan.

Dipandang dari sisi norma agama sebagai sebuah badan usaha yang telah mendapatkan kepercayaan di masyarakat, seharusnya bagian pencatatan menyajikan laporan keuangan harus sebenar benarnya dan sepaham dengan karyawan yang lainnya, dan apa bila tidak mengetahui posisi akun mana yang harus di isi apabila terjadi piutang tak tertagih berdampak dengan akun apa yang bersangkutan seharusnya si pencatat laporan keuangan tersebut menanyakan kepada orang yang memiliki wewenang tertinggi di PT. Kereta Api Indonesia (KAI), sehingga dapat membuat laporan keuangan yang dapat dipertanggung jawabkan keasliannya.

Dipandang dari sisi norma moral, PT. Kereta Api Indonesia (KAI) harus mempunyai prinsip yang tegas untuk mematuhi ajaran atau pedoman yang diterima secara umum dengan mengikuti segala perbuatan, sikap, dan kewajiban demi kebaikan bersama dan nama baik PT. Kereta Api Indonesia (KAI).

Fungsi Etika

PT. Kereta Api Indonesia (KAI) menjelaskan bahwa adanya kekeliruan atau perbedaan presepsi mengenai pencatapan piutang yang tak tertagih pada pihak ke-3. Terdapat pihak yang menilai bahwa piutang pada pihak ke-3 itu bukan pendapatan, sehingga PT. Kereta Api Indonesia (KAI) menderita kerugian sebesar Rp. 63 Milyar. Sebaliknya, ada pula pihak yang berpendapat bahwa piutang yang tak tertagih tetap dapat dimasukkan sebagai pendapatan, sehingga PT. Kereta Api Indonesia (KAI) meraih keuntungan sebesar Rp.6,9 Milyar. Penjelasan ini yang membuat PT. Kereta Api Indonesia (KAI) merasakan adanya kekeliruan yang membuat citra PT. Kereta Api Indonesia (KAI) tercoreng karena anggapan PT. Kereta Api Indonesia (KAI) memanipulasi laporan keuangannya.

Etika dan Etiket

PT. Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai badan usaha milik negara yang usahanya berhubungan atau berinteraksi langsung dengan manusia, harus menjaga etika dan etiketnya dalam menjaga nama baik, serta kepercayaan yang ada pada masyarakat untuk menjaga kelangsungan hidup usahanya di bidang transportasi masyarakat. Dalam etika dan etiket terdapat suatu aturan yang harus diikuti secara umum. Misalnya, pecatatan dalam menyajikan laporan keuangan yang dibuat oleh bagian keuangan PT. Kereta Api Indonesia (KAI) harus berfikiran laporan yang dibuatnya itu terbebas dari keteledoran yang dapat menimbulkan persoalan yang panjang dan mereka memegang teguh etika dan etiket yang berlaku di PT. Kereta Api Indonesia (KAI).

PT. Kereta Api Indonesia (KAI) harus memegang etiket dengan mengikuti tiap prosedur yang berlaku di Kantor BUMN yang mempunyai otoritas dalam persoalan ini. Sikap yang bijak yang merupakan ciri PT. Kereta Api Indonesia (KAI) adalah memegang etiket dengan meneliti bukti –bukti yang sangat kompeten untuk memecahkan persoalan perbedaan presepsi ini.

PT. Kereta Api Indonesia (KAI) memounyai etika yaitu harus mengikuti aturan yang berlaku di kantor BUMN dan juga oleh kantor BPK dalam menyajikan laporan keuangan, dan dapat membedakan mana yang dianggap yang terbaik untuk perusahaannya, karena tidak hanya untuk menjaga nama baik perusahaan diamata public, namun PT. Kereta Api Indonesia (KAI) di sisi internalnya juga harus memperhatikan etikan kepada pihak – pihak dalam perusahaan tersebut.

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika :

Menurut saya, pelanggaran tersebut terjadi karena dalam intern PT. Kereta Api Indonesia (KAI) yang melakukan pencatatan dalam menyajikan laporan keuangan ini memiliki sifat yang selalu merasa tak berkecukupan sehingga ada kemungkinan yang melakukan pencatatan ingin memperkaya diri dengan tidak sengaja, dan penagih pajak kepada pihak ke-3 juga tidak melaksanakan tugasnya atau ia telah melaksanakan tugasnya tetapi uang tersebut dibagikan kepada pihak lain atau mungkin lupa untuk menagih kepada pihak ke-3. Tidak adanya pedoman atau pengawasan yang sangat ketat yang membuat pelanggaran tersebut bisa terjadi, serta perilaku individu yang melakukan pencatatan tidak melaksanakan tugasnya dengan jujur, dan lingkungan dibagian keuangan PT. Kereta Api Indonesia (KAI) juga bisa jadi merupakan lingkungan yang karyawannya bekerja yang semena – mena atau hanya semaunya sendiri atau sering melakukan kecurangan. Sehingga, lingkungan seperti itu dapat terjadi kecurangan seperti memanipulasi laporan keuangan tersebut, dan menurut yang melakukan itu mungki baginya itu merupakan hal sangat wajar atau sesuatu hal yang biasa dan bukan lagi merupakan suatu permasalahan yang serius serta tak perlu dibesar – besarkan. Apalagi, kecurangan ini dilakukan bukan oleh seorang individu, melainkan sekelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama tanpa memikirkan apa yang dilakukannya itu dapat merugikan pihak lain.

Sanksi Pelanggaran Etika :

Jika dilihat dari penjelasan dari bagian pencatatan laporan keuangan PT. Kereta Api Indonesia (KAI), bisa dikatakan kemungkinan kesalahan yang dilakukan relatif kecil dan bisa dimaafkan jika benar yang terjadi hanyalah kekeliruan perbedaan presepsi piutang tak tertagih. PT. Kereta Api Indonesia (KAI) bisa terkena sanksi social dari masyarakat atas kecerobohan yang mereka lakukan.

Jenis – Jenis Etika
Etika yang berlaku umum sebagai individu ataupun kelompok, hidup dengan saling bergantung pada pihak lain. Begitu pula dengan badan usaha yang sudah dikenal publik secara luas seperti PT. Kereta Api Indonesia (KAI) harus mengikuti etika umum yang dapat diterima oleh masyarakat agar semakin dikenal dengan nama yang baik.
PT. Kereta Api Indonesia (KAI) harus mengikuti aturan dalam menyajikan laporan keuangan yang berlaku sesuai PSAK yang ada di Indonesia, sehingga tidak terjadi lagi permasalahan perbedaan presepsi piutang tak tertagih pihak ke-3.

PT. Kereta Api Indonesia (KAI) harus bersahabat dengan pihak yang secara langsung dan tidak langsung dengan usaha yang dijalankannya. Dari sisi sosial, PT. Kereta Api Indonesia (KAI) harus menjaga sikap dan akredibilitas untuk menjaga nama baik keluarga besar PT. Kereta Api Indonesia (KAI), jangan karena kesalahan seseorang maka nama baik menjadi rusak.

Teori Etika
Teleology
Tindakan yang dilakukan oleh bagian pencatatan keuangan PT. Kereta Api Indonesia (KAI) melakukan ketidakpatuhan dalam menyajikan laporan keuangan dengan tidak menanyakan pencatatan apa yang harus dilakukan apa bila ada piutang yang tak tertagih pada pihak ke-3. Membuat presepsi yang berbeda beda dapat mengakibatkan persoalan yang sangat rumit. Hal ini terjadi karena seseorang menganggap dirinya benar dengan menuliskan piutang tak tertagih sebagai pendapatan dan mengakibatkan kesalah pahaman dalam laporan keuangan yang di terbitkan ke pada direktur PT. Kereta Api Indonesia (KAI) dan merupakan perbuatan yang bermoral tidak baik.
Terdapat unsur egoism dimana ada pihak di bagian pencatatan laporan keuangan PT. Kereta Api Indonesia (KAI) yang ingin merasa bahwa dirinya merasa benar dan dapat menguntungkan dirinya sendiri tidak memperdulikan pihak lain seperti direktur PT. Kereta Api Indonesia (KAI).

Beberapa Sistem Filsafat Moral
Pada kasus PT. Kereta Api Indonesia (KAI), mengandung sistem filsafat moral hedonism karena membuat laporan keuangan sesuai pendapatnya sendiri tanpa mengkoreksi piutang yang tak ditagih kepada pihak ke-3.dan pihak-pihak tertentu ingin merasakan kesenangan semata tanpa memikirkan citra PT. Kereta Api Indonesia (KAI) di masyarakat. Kesenangan yang didapatkan dari etiket yang tidak baik ini, hanya dirasakan lewat materi yang berlimpah atau jalur karir yang baik namun tidak membebaskan mereka dari rasa takut dan bersalah atas perbuatan yang mereka lakukan.

PT. Kereta Api Indonesia (KAI) menganut sistem filsafat moral eudemonisme karena tujuan akhir dari suatu perusahaan adalah menjaga kelangsungan hidup usaha untuk terus bertahan bahkan berkembang di dunia usaha yang semakin berkembang pula. Hal yang dilakukan PT. Kereta Api Indonesia (KAI) adalah menjalankan semua usahanya sebaik-baiknya untuk tujuan akhir tersebut, dalam kasus ini mereka berusaha menjelaskan bahwa tidak ada kesalahan yang disengaja dari laporan keuangan mereka sebagai bentuk pernyataan bahwa mereka terus menjaga etiket dan etikanya dengan baik.

Selain menganut sistem filsafat moral hedonisme dan eudemonisme PT. Kereta Api Indonesia (KAI) juga menganut sistem filsafat moral utilitarianisme. Hal tersebut didasari dari kesusahan yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI). Pada dasarnya, perusahaan mencari hal-hal yang menguntungkan dan menjahui hal-hal yang bisa merugikan usahanya. Usaha yang dilakukan PT. Kereta Api Indonesia (KAI) dalam hal ini memberikan penjelasan kesalahan perbedaan presepsi yang menyebabkan ketidakcocokan antara laporan keuangan yang telah di audit. Kita bisa menilai apakah itu usaha yang baik atau buruk dari seberapa besar manfaat yang didapatkan oleh pihak-pihak yang terpengaruh dari usaha itu sendiri. Tentunya menimbang manfaat dari usaha tersebut bisa mencerminkan moralitas yang dilakukan oleh perusahaan.
Refrensi

Krisis Dalam Profesi Akuntansi

no
Kasus / perusahaan
Keterangan
1.
PT. Metro Batavia
Pailitnya Batavia Air dikarenakan tidak bisa membayar utang karena “force majeur”. Dalam hal ini Batavia Air tidak memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender yang melayani pemberangkatan haji.
2.
PT. Telkom
Tukar menukat dokumen mengakibatkan kasus penolakan laporan keuangan
3.
KAP Enderson dan ENRON
Tidak adanya pelaporan huutang perusahaan dengan manipulasi yang dilakukan oleh akuntan publik.
4.
PT. Kimia Farma
Pemanipulasian laba bersih yang didapatkan oleh PT. Kimia Farma yang seharusnya tidak sama dengan yang dilaporkan.
5.
PT. KAI
Skandal Manipulasi Laporan Keuangan

REFERENSI


Peraturan Dalam Pasar Modal yang Berhubungan dengan Independensi Akuntansi Publik

Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 memberikan pengertian pasar modal yang lebih spesifik, yaitu “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”. Pasar modal memiliki peran yang sangat besar terhadap perekonomian Indonesia. institusi yang bertugas untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal di Indonesia adalah Badan Pengawas Pasar Modal atau Bapepam. Bapepam mempunyai kewenangan untuk memberikan izin, persetujuan, pendaftaran kepada para pelaku pasar modal, memproses pendaftaran dalam rangka penawaran umum, menerbitkan peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan di bidang pasar modal, dan melakukan penegakan hukum atas setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Salah satu tugas pengawasan Bapepam adalah memberikan perlindungan kepada investor dari kegiatan-kegiatan yang merugikan seperti pemalsuan data dan laporan keuangan, window dressing, serta lain-lainnya dengan menerbitkan peraturan pelaksana di bidang pasar modal. Dalam melindungi investor dari ketidakakuratan data atau informasi, Bapepam sebagai regulator telah mengeluarkan beberapa peraturan yang berhubungan dengan keaslian data yang disajikan emiten baik dalam laporan tahunan maupun dalam laporan keuangan emiten.
Ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan oleh Bapepam antara lain adalah Peraturan Nomor: VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-20/PM/2002 tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit di Pasar Modal. Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan
1.      Periode Audit adalah periode yang mencakup periode laporan keuangan yang menjadi objek audit, review, atau atestasi lainnya.
2.       Periode Penugasan Profesional adalah periode penugasan untuk melakukan pekerjaan atestasi termasuk menyiapkan laporan kepada Bapepam dan Lembaga Keuangan.
3.      Anggota Keluarga Dekat adalah istri atau suami, orang tua, anak baik di dalam maupun di luar tanggungan, dan saudara kandung.
4.      Fee Kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional yang hanya akan dibebankan apabila ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut.
5.      Orang Dalam Kantor Akuntan Publik adalah orang yang termasuk dalam penugasan audit, review, atestasi lainnya, dan/atau non atestasi yaitu: rekan, pimpinan, karyawan professional, dan/atau penelaah yang terlibat dalam penugasan.


Pada tanggal 28 Pebruari 2011, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK) telah menerbitkan peraturan yang mengatur mengenai independensi akuntan yang memberikan jasa di pasar modal, yaitu dengan berdasarkan Peraturan Nomor VIII.A.2 lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep-86/BL/2011 tentang Independensi Akuntan Yang Memberikan Jasa di Pasar Modal.
Seperti yang disiarkan dalam Press Release Bapepam LK pada tanggal 28 Pebruari 2011, Peraturan Nomor VIII.A.2 tersebut merupakan penyempurnaan atas peraturan yang telah ada sebelumnya dan bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi Kantor Akuntan Publik atau Akuntan Publik dalam memberikan jasa profesional sesuai bidang tugasnya.
Beberapa hal pokok perubahan dalam peraturan tersebut antara lain :
1.      memperluas ruang lingkup periode audit yang mencakup periode laporan keuangan yang menjadi objek audit, review atau atestasi lainnya
2.      memperluas ruang lingkup Periode Penugasan Profesional dari Kantor Akuntan Publik atau Akuntan Publik, sehingga dapat melakukan penugasan atestasi secara bersamaan
3.      mengubah ketentuan yang mengatur bahwa Akuntan, Kantor Akuntan Publik, maupun Orang Dalam Kantor Akuntan Publik tidak independen apabila memberikan jasa non atestasi kepada klien berupa jasa perpajakan dengan pengecualian apabila telah memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Komite Audit
4.      menambahkan ketentuan yang mengatur bahwa Akuntan, Kantor Akuntan Publik, maupun Orang Dalam Kantor Akuntan Publik tidak independen apabila memiliki sengketa hukum dengan klien
5.      menambahkan kewajiban pengungkapan dalam laporan berkala kegiatan Akuntan sebagaimana diatur dalam Peraturan Nomor X.J.2, dalam hal Akuntan, Kantor Akuntan Publik, maupun Orang Dalam Kantor Akuntan Publik memberikan jasa perpajakan yang telah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Komite Audit.

Refrensi :

Tuesday 24 November 2015

perbandingan kode etik profesi akuntansi

Keterangan
IFAC
AICPA
IAI
Pengertian
Federasi Akuntan Internasional (IFAC) adalah organisasi global bagi profesi akuntansi. IFAC memiliki 167 anggota dan asosiasi di 127 negara dan yurisdiksi, yang mewakili lebih dari 2,5 juta akuntan dipekerjakan dalam praktek umum, industri dan perdagangan, pemerintah, dan akademisi. Organisasi, melalui Dewan penetapan standar yang independen, menetapkan standar internasional tentang etika, audit dan jaminan, pendidikan akuntansi, dan akuntansi sektor publik. Hal ini juga mengeluarkan panduan untuk mendorong kinerja berkualitas tinggi dengan akuntan profesional dalam bisnis. Didirikan pada tahun 1977, IFAC merayakan ulang tahun ke 30 pada tahun 2007.

Untuk memastikan kegiatan IFAC dan badan pengaturan independen standar yang didukung oleh IFAC responsif terhadap kepentingan publik, sebuah Public Interest Oversight Board (PIOB) didirikan pada Februari 2005.

IFAC dan anggotanya bekerjasama untuk mengembangkan IFACnet, yang diluncurkan pada tanggal 2 Oktober 2006. IFACnet menyediakan akuntan profesional di seluruh dunia dengan one-stop acces untuk berbagai sumber , termasuk bimbingan praktek yang baik, artikel, dan alat-alat dan teknik.Di antara inisiatif utama IFAC adalah penyelenggaraan Kongres Akuntan Dunia.
he American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) adalah organisasi terbesar di dunia yang merupakan asosiasi profesi akuntansi, dengan hampir 386.000 anggota di 128 negara dan bepengalaman 125-tahun melayani kepentingan publik. Anggota AICPA mewakili banyak bidang praktek, termasuk bisnis dan industri, praktek umum, pemerintah, pendidikan dan konsultasi.  AICPA menetapkan standar etika untuk profesi dan standar auditing AS untuk audit dari perusahaan swasta, organisasi nirlaba, federal, negara bagian dan pemerintah daerah. Hal ini mengembangkan dan menilai Ujian Uniform CPA dan menawarkan mandat khusus untuk CPA yang berkonsentrasi pada perencanaan keuangan pribadi, penipuan dan forensik, penilaian bisnis, dan teknologi informasi. Melalui usaha patungan dengan Chartered Institute of Management Accountant (CIMA), telah mendirikan Manajemen Chartered Accountant (Global CGMA) penunjukan untuk meningkatkan manajemen akuntansi global.
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya
Prinsip
Kode Etik Prinsip-prinsip Dasar Akuntan Profesional  IFAC sebagai berikut :
a)    Integritas
Seorang akuntan professional harus tegas dan jujur dalam semua keterlibatannya dalam hubungan profesional dan bisnis.
b)   Objektivitas
Seorang akuntan professional seharusnya tidak membiarkan bias, konflik kepentingan, atau pengaruh yang berlebihan dari orang lain untuk mengesampingkan penilaian professional atau bisnis.
c)    Kompetensi professional dan Kesungguhan
Seorang akuntan professional mempunyai tugas yang berkesinambungan untuk senantiasa menjaga penghetahuan dan skil professional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien  atau atasan menerima jasa professional yang kompeten berdasarkan perkembangan terkini dalam praktik, legislasi dan teknis. Seorang akuntan professional harus bertindak tekun dan sesuai dengan standar teknis dan professional yang berlaku dalam memberikan layanan professional.
d)   Kerahasiaan
Seorang akuntan professional harus menghormati kerahasian informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan bisnis professional dan bisnis tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga, tanpa otoritas yang tepat dan spesifik kecuali ada hak hukum atau professional atau kewajiban untuk mengungkapkan. Informasi rahasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan bisnis professional seharusnya tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi para akuntan professional atau pihak ketiga.
e)   Perilaku Profesional
Seorang akuntan professional harus patuh pada hukum dan peraturan-peraturan terkait dan seharusnya menghindari tindakan yang bisa mendeskreditkan profesi.
Kode Etik Prinsip-prinsip Dasar Akuntan Profesional  menurut AICPA sebagai berikut :
a.  Tanggung Jawab
Dalam melaksanakan tanggung jawab mereka sebagai professional, anggota harus menerapkan penilaian professional dan moral yang sensitive dalam segala kegiatannya.
b.  Kepentingan Umum
Anggota harus menerima kewajiban mereka untuk bertindak dengan cara yang dapat melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen terhadap profesionalisme.
c.  Integritas
Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan masyarakat, anggota harus melakukan semua tanggung jawab professional dengan integritas tertinggi.
d. Objectivitas dan Independensi
Seorang anggota harus mempertahankan  objectivitas dan bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab professional. Seorang anggota dalam praktik publik harus independen dalam penyajian fakta dan tampilan ketika memberikan layanan audit dan jasaatestasi lainnya.
e.  Due Care
Seorang anggota harus mematuhi standar teknis dan etis profesi, berusaha terus menerus untuk menigkatkan kompetensi dan layanan dalam melaksanakan tanggung jawab professional dengan kemampuan terbaik yang dimiliki anggota.
f.  Sifat dan Cakupan Layanan
Seorang anggota dalam praktik publik harus memerhatikan Prinsip-prinsip dari Kode Etik Profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan disediakan.
8 prinsip etika menurut IAI dalam kongres VIII tahun 1998 yang telah ditentukan ketetapannya :
1.  Tanggung Jawab Profesi
Dalam prinsip  tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota berkewajibanmenggunakan pertimbangan moral dan profesional setiap melakukan kegiatannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota memiliki tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.
2.  Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, mengormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan.
3.  Integritas
Integritas adalah suatu satu kesatuan yang mendasari munculnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan standar bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus menjaga tingkat integritasnya dengan terus memaksimalkan kinerjanya serta mematuhi apa yang telah menjadi tanggung jawabnya.
4.  Objektivitas
Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota berdasarkan apa yang telah pemberi nilai dapatkan. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur, secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
5.  Kompetensi dan Kehati- hatian Profesional
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota tidak diperkenankan menggambarkan pengalaman kehandalan kompetensi atau pengalaman yang belum anggota kuasai atau belum anggota alami. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 fase yang terpisah:
a. Pencapaian Kompetensi Profesional.
Pencapaian ini pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subjek- subjek yang relevan. Hal ini menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.
b. Pemeliharaan Kompetensi Profesional.
Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen, pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi akuntansi, serta anggotanya harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten.
6.  Kerahasiaan
Dalam kegiatan umum auditor merupakan memeriksa beberapa yang seharusnya tidak boleh orang banyak tahu, namun demi keprofesionalitasannya, para auditor wajib menjaga kerahasiaan para klien yang diauditnya. Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selam melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staff di bawah pengawasannya dan orang- orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.
7.  Perilaku Profesional
Kewajiban untuk menghindari perbuatan atau tingkah laku yang dapat mendiskreditkan atau mengurangi tingkat profesi harus dipenuhi oleh anggota sebgai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staff, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8.  Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan profesionalitasnya sesuai dengan standar teknis dan standar professional yang ditetapkan secara relevan. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh IAI, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang- undangan yang relevan.
Interpretasi
Interpretasi Etika : Dalam prakteknya tak ada etika yang mutlak.Standar etika pun berbeda-beda pada sebuah komunitas sosial, tergantung budaya, norma,dan nilai-nilai yang dianut oleh komunitas tersebut. Baik itu komunitas dalam bentuknya sebagai sebuah kawasan regional, negara,agama, maupun komunitas group. Tak ada etika yang universal.
interpretasi atas peraturan prilaku oleh Divisi Etika Profesional dari AICPA ini tidak diberlakukan, tetapi para praktisi harus memberikan alasan apabila terjadi penyimpangan
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
 REFERENSI