Sejak disadarinya pentingnya aktivitas bisnis
dilakukan dengan bermoral, maka banyak perusahaan maupun organisasi menyusun
kode etik organisasi atau korporasi (Corporate Code of Conduct, Code of Ethics
or Organization’s Code of Ethical Conduct). Aturan-aturan disusun untuk
membantu semua pegawai dan anggota organisasi untuk berperilaku yang bermoral
dengan menjelaskan bagaimana prinsip-prinsip moral seharusnya diterapkan dalam
kerja atau memberikan pedoman yang lebih spesifik atau perilaku yang
diperbolehkan dan yang dilarang (permitted and prohibited behavior).
Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari
aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik
aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Code of Conduct merupakan pedoman
bagi seluruh pelaku bisnis PT. Perkebunan dalam bersikap dan berperilaku untuk
melaksanakan tugas sehari-hari dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra
usaha dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan. Pembentukan citra yang baik
terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan
dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada
perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu
menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar
perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya.
Pernyataan dan pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of
conduct.
Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi
Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic
Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance
disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei
2005.
Pengaruh etika terhadap budaya
1. Etika
Personal dan etika bisnis merupakan kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dan
keberadaannya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku manajer yang
terinternalisasi menjadi perilaku organisasi yang selanjutnya mempengaruhi
budaya perusahaan.
2. Jika
etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budaya perusahaan
maka hal tersebut berpotensi menjadi dasar kekuatan persusahaan yang pada
gilirannya berpotensi menjadi sarana peningkatan kerja
Manfaat dari kode etik korporasi adalah sebagai
berikut:
1) Untuk
mendorong banyak orang dalam organisasi untuk berpikir, mendiskusikan visi,
misi mereka dan tanggung jawab yang penting sebagai kelompok dan individu
terhadap perusahaan, pihak-pihak lain dalam perusahaan, dan terhadap
stakeholders lainnya.
2) Suatu
kode etik yang telah disusun dapat digunakan untuk menghasilkan diskusi yang
positif bagi penyempurnaan dan kemungkinan untuk modifikasi.
3) Dapat
membantu karyawan baru dalam rangka penyesuaian diri, menanamkan perlunya
berpikir atas aspek-aspek moral dalam tindakan mereka, serta menanamkan
pentingnya mengembangkan sifat-sifat luhur yang sesuai dengan posisi mereka
dalam organisasi.
4)
Digunakan sebagai dokumen untuk referensi bila mereka meragukan tindakan
atau perintah yang harus dilakukannya.
5)
Digunakan untuk meyakinkan pihak luar atas fakta bahwa perusahaan
berpegang pada prinsip-prinsip moral, dan memberikan mereka kriteria untuk
mengukur tindakan perusahaan.
Contoh kasus :
NAMA Todung Mulya Lubis tentu tidak asing lagi bagi
banyak masyarakat. Apalagi untuk dunia hukum di Indonesia, Todung Mulya Lubis
memiliki trademark tersendiri. Analisis hukum yang sering dilontarkannya
seringkali tajam dan kritis. Begitu pula ketika berbicara soal korupsi, Todung
sering berbicara blak-blakan. Sebagai ketua Masyarakat Transparansi Indonesia
(MTI), Todung termasuk tokoh yang mengkritik keras adanya monopoli dan
oligopoli yang dilakukan oleh para konglomerat di Indonesia. Pun, Todung
menjadi bagian penting dalam kampanye penegakkan Hak Asasi Manusia di
Indonesia.
Yang tidak kalah penting, sebagai pengacara Todung
mendapat banyak kepercayaan dari sejumlah korporasi ternama. Pada saat Majalah
Time menghadapi gugatan dari mantan Presiden Soeharto, Todung menjadi pengacara
yang dipercaya untuk menghadapi gugatan tersebut. Bahkan, perusahaan
telekomunikasi ternama Temasek dari Singapura mempercayakan Todung sebagai
kuasa hukumnya di Indonesia. Untuk kasus pertama, Mahkamah Agung akhirnya
memutuskan tulisan Time tentang kekayaan keluarga Pak Harto tidak benar,
sehingga Time harus membayar ganti rugi moril sebesar Rp 3 triliun kepada Pak
Harto. Sementara Temasek dinilai telah melakukan monopoli bisnis telekomunikasi
di Indonesia oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Kabar terakhir, Majelis Kehormatan Perhimpunan
Advokat Indonesia (Peradi) DKI Jakarta menjatuhkan hukuman dengan mencabut ijin
kepengacaraan Todung seumur hidup. Todung dinilai telah melanggar etika sebagai
pengacara dalam perseteruan Sugar Group melawan Salim Group. Pada tahun 2002,
Todung menjadi pengacara untuk Sugar Group, namun tahun 2006 Todung menjadi pengacara
Salim Group. Selain itu, Todung juga pernah menjadi auditor BPPN untuk
menangani Salim Group. Sehingga, sebagai pengacara Todung disebut “plin-plan”
dan “hanya mengejar uang.”
Benarkah? Keputusan Peradi DKI Jakarta memang belum
final. Todung tentu saja tengah bersiap-siap melakuikan perlawanan. Beberapa
pengacara senior pun ada yang membela Todung—dengan mengatakan agar keputusan
Peradi DKI Jakarta mencabut ijin kepengacaraan Todung Mulya Lubis seumur hidup,
diabaikan. Pastilah masing-masing pihak, yang setuju dan tidak setuju, senang
dan tidak senang, memiliki argumentasi berdasarkan kaidah-kaidah perundangan
dan kode etik yang berlaku. Kita masih menunggu bagaimana akhir kisah Todung
Mulya Lubis ini.
Menarik lebih luas mengenai pelanggaran kode etik di
Indonesia, barangkali kasus Todung hanyalah satu dari sekian banyak kasus
serupa. Kode etik untuk sebuah profesi adalah sumpah jabatan yang juga
diucapkan oleh para pejabat Negara. Kode etik dan sumpah adalah janji yang
harus dipegang teguh. Artinya, tidak ada toleransi terhadap siapa pun yang
melanggarnya. Benar adanya, dibutuhkan sanksi keras terhadap pelanggar sumpah
dan kode etik profesi. Bahkan, apabila memenuhi unsur adanya tindakan pidana
atau perdata, selayaknya para pelanggar sumpah dan kode etik itu harus diseret
ke pengadilan.Kita memang harus memiliki keberanian untuk lebih bersikap tegas
terhadap penyalahgunaan profesi di bidang apa pun. Kita pun tidak boleh
bersikap diskrimatif dan tebang pilih dalam menegakkan hukum di Indonesia. Kode
etik dan sumpah jabatan harus ditegakkan dengan sungguh-sungguh. Profesi apa
pun sesungguhnya tidak memiliki kekebalan di bidang hukum. Penyalahgunaan
profesi dengan berlindung di balik kode etik profesi harus diberantas. Kita
harus mengakhiri praktik-praktik curang dan penuh manipulatif dari sebagian
elite masyarakat. Ini penting dilakukan, kalau Indonesia ingin menjadi sebuah
Negara dan Bangsa yang bermartabat
Sumber :
0 comments:
Post a Comment